Mendidik anak pada usia ini ibarat
membentuk ukiran di batu yang tidak akan mudah hilang, bahkan akan membekas
selamanya. Artinya, pendidikan pada anak usia dini akan sangat membekas hingga
anak dewasa. Pendidikan pada usia ini adalah peletak dasar bagi pendidikan anak
selanjutnya. Keberhasilan pendidikan usia dini ini sangat berperan besar bagi
keberhasilan anak di masa-masa selanjutnya.
Keberlangsungan pendidikan untuk anak usia dini, tidak harus
dilakukan dengan memasukkan mereka ke dalam lembaga pendidikan. Ibu adalah SDM
yang sangat berpotensial untuk menjadi guru bagi anak-anak usia dini. Ibu
memiliki interaksi kuat dengan anak, karena dialah orang yang pertama kali
menjalin interaksi, memahami dan selalu mengikuti seluruh aspek tumbuh kembang anak
tanpa ada yang terlewat. Akhirnya, memang hanya ibu yang memiliki peluang
terbesar mendidik anak dengan penuh ketulusan, kasih sayang dan pengorbanan
yang sempurna.
§ Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan
Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih lanjut. (UU RI No.
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 14).
§ TujuanPendidikan Anak USia Dini
Pendidikan
anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik
(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan
(daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan
perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan
tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada
dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
a.
Tujuan utama: untuk membentuk
anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai
dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam
memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
b.
Tujuan penyerta: untuk membantu
menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Pendidikan anak usia dini cukup memberikan bukti betapa pentingnya
stimulasi sejak usia dini dalam mengoptimalkan seluruh potensi anak guna
mewujudkan generasi mendatang yang berkualitas dan mampu bersaing di dunia. Pendidikan pada
usia ini adalah peletak dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Keberhasilan
pendidikan usia dini ini sangat berperan besar bagi keberhasilan anak di
masa-masa selanjutnya.
Ada beberapa pandangan dasar tentang
anak. Pertama, pandangan lama yang menganggap bahwa anak lahir dengan membawa
takdir yang tidak bisa diubah berupa bakat dan kemampuan yang tak bisa diubah.
Jangan paksa anak untuk melukis atau menyanyi atau menari, karena melukis
menyanyi dan menari adalah bakat yang dibawa sejak lahir, begitulah kira-kira
aliran ini melihat anak. Pendidikan tidak akan mampu mengubah bakat, pengasuhan
tidak akan mengubah takdir. Pada saatnya, secara alamiah bakat anak akan
muncul, tanpa jasa dari orang tua atau guru.
Kedua, aliran Tabularasa, dikemukakan
oleh John Locke, yang melihat anak lahir dalam kondisi putih bersih laksana
meja lilin yang akan ditulisi apa saja bisa bergantung kemauan orang tua.
Pandangan ini menolak keberadaan bakat bawaan pada anak. Tugas orang tua adalah
menulisi meja tersebut, mau seperti apa yang paling menentukan adalah orang tua
dan guru. Oleh sebab itu orang tua berperan mengarahkan ke mana anak akan
dibawa dengan konsep yang sudah disiapkan.
Pandangan lain yang lebih maju
dikemukakan oleh Jean Piaget. Menurutnya anak lahir dengan segala keunikan
potensi, yang antara satu dengan yang lainnya tidaklah sama, bahkan anak kembar
sekali pun. Tugas orang dewasa adalah menyiapkan lingkungan yang memungkinkan
potensi-potensi yang dimiliki anak bisa berkembang optimal, baik potensi nalar
( intelegensi), rasa (emosi), spiritual, maupun ketrampilan (motorik).
§ Peran Ibu dalam Mengoptimalkan Minat Anak
Ibu adalah orang pertama yang menjadi
teladan bagi anak, karena ialah orang terdekat anak. Ibulah yang mampu
menerapkan prinsip belajar untuk diterapkan, karena ia yang paling banyak
memiliki waktu bersama anak.
Potensi intelegensi anak akan
berkembang pesat bila orang tua menyediakan perpustakaan atau bahan-bahan
bacaan lainnya. Potensi emosi akan menjadi optimal manakala orang tua
menyediakan suasana keluarga yang harmonis, hubungan kasih sayang antaranggota
keluarga. Demikian pula potensi motorik akan bangkit bila ada ruang dan
fasilitas yang mendukung, tanpa itu tentulah akan sulit berkembang, apalagi
bila yang tersedia adalah hal yang sebaliknya.
1. Pola Asuhan Sebagai Kunci
Pola asuhan yang melekat adalah siapa
yang paling dekat dengan seorang anak. Apabila yang paling dekat adalah ibu,
maka watak-watak ibu akan berpengaruh. Bila yang dekat adalah ayah maka watak
ayahlah yang akan membekas. Demikian pula bila ternyata guru di Taman kanak-kanak yang paling
dekat, maka perilaku anak akan mengikuti gurunya. Begitu pula bila yang paling
dekat adalah baby siter atau pembantu, maka karakter pembantulah yang akan
melekat pada jiwa anak.
Sering orang tua tiba-tiba kaget
mengapa si kecil tidak mau lagi menuruti perintahnya, bahkan suka membantah.
Sebaliknya ketika diperintah oleh pembantu justru sangat menurut, lalu
menyalahkan pembantu jangan-jangan selama ini diajari agar anaknya tidak
mematuhi perintahnya. Ia tidak menyadari bahwa selama ini perhatian yang
diberikan kepada si kecil memang sangatlah kurang karena kesibukannya. Itulah
maka kedekatan dengan si kecil harus dibangun sejak dini.
- Inisisasi Dini Asi
Begitu anak lahir tanpa perantara
siapapun anak diinisiasi untuk menikmati air susu ibu (ASI). Di dalam ASI lah
pertalian ibu dan anak sangat sangat kuat tak ada yang menandingi. Tinjauan
medis paling mutakhir menunjukkan, bahwa di dalam ASI bukan hanya termuat gizi
yang sangat tinggi, tetapi juga zat-zat inti perekat antara seorang anak dan
ibu. Memisahkan anak dengan ASI sama dengan memisahkan anak dengan kehidupan,
karena di sanalah ia berasal dan menemukan kehangatan, harapan, lindungan, dan
kemutlakan cinta.
Dengan alasan apapun, anak harus
diberi hak utama yaitu menikmati air susu ibu. ASI tidak akan tergantikan oleh
susu formula macam apapun. Susu formula hanya menyediakan gizi semu, sedangkan
ASI mengandung gizi sejati, cinta, harapan, bahkan aneka zat kekebalan tubuh
yang melindungi anak dari bebagai penyakit. Menyediakan berbagai fasilitas
kepada anak tanpa menyediakan ASI sesungguhnya seperti memberikan tubuh tanpa
memberikan jiwanya.
Boleh dikatakan, perlakukan apapun
menjadi sia-sia bagi masa depan anak apabila orang tua tidak memberikan ASI
eklusif. Potensi anak akan berkembang secara optimal, bila dalam hidupnya menikmati
ASI eklusif.
- Jangan Melarang
Kesalahan paling fatal orang tua
adalah kegemarannya melarang banyak hal kepada anak-anak kita. Rupanya
kegemaran ini juga menjadi ciri khas orang deawasa di banyak negara, sehingga
UNICEF pada tahun 2000 mencanangkan gerakan ”Say Yes For Children” ( Katakan
Ya, untuk anak).
Bayangkan; anak menangis dilarang,
anak bangun malam dilarang, anak menggigit kain dilarang, anak berteriak
dilarang, anak ikut ke mana orang tua pergi dilarang, anak bermain dengan
teman-teman di luar di larang, semua pendidikan bentuknya larangan. Akibatnya
anak diam-diam menyimpan tekanan jiwa.
Untuk diingat, menangis adalah
satu-satunya ekpresi anak di awal kehidupannya, maka tidak seharusnya ia
dilarang untuk menangis. Bermain juga adalah media eksplorasi anak dalam
mengenal lingkungannya dan mengekspresikan impuls-impuls dalam dirinya. Bermain
yang bagi orang tua sesuatu yang tidak serius dan hanya membuang waktu, bagi
seorang anak adalah dunia yang sangat penting karena di sanalah ia mencari
eksistensi diri. Bagi anak, waktu 24 jam masih kurang untuk bermain.
Yang diperlukan orang tua adalah
memastikan bahwa tempat di mana anak bermain adalah tempat yang bersih dan
aman. Selebihnya biarkan anak mengekplorasi diri karena disinilah anak berlatih
seluruh potensi unik yang dimiliki.
- Peran Orang Tua
Pertama, orang tua sebagai fasilitator yaitu menyediakan lingkungan dan sarana
belajar anak untuk mengembangkan potensinya. Anak punya minat musik akan berkembang apabila
mendapat dukungan fasilitas yang berhubungan dengan musik seperti alat musik,
buku-buku tantang musik, kesempatan menonton musik, bergaul dengan para pemusik
dan sebagainya. Demikian juga untuk minat-minat yang lain. Asumsinya, semakin
dipenuhinya fasilitas yang dibutuhkan anak, akan semakin berkembang
potensi-potensi yang dimiliki seorang anak.
Kedua, orang tua sebagai motivator.
Peran ini dilakukan dengan memberikan dorongan dan dukungan bagi berbagai hal
yang menjadi minat seorang anak. Apabila anak melakukan kekeliruan tidak disalahkan
atau disudutkan tetapi diberi berikan bimbingan dengan kalimat-kalimat yang
membangkitkan semangat. Ketika anak memasukkan bola ke gawang, tidak divonis anak itu bodoh dan
tak mampu menjadi pemain bola. Sebaliknya orang tua akan berkata;”Wah hebat, tendanganmu
sudah keras, tetapi akan lebih baik kalau juga tepat sasaran. Cobalah tenang
sedikit sehingga bola yang kamu tentang akan masuk ke gawang’’.
Ketiga, orang tua sebagai inisiator,
yaitu contoh atau teladan bagi anak-anak. Contoh atau teladan akan lebih mudah
tertanam di dalam benak anak, dan pada gilirannya akan menjadi habitus yang
akan berlanjut hinga dewasa kelak. Janganlah kita merokok bila tidak ingin anak kita merokok, janganlah
suka marah-marah bila tidak ingin anak kita menjadi pemberang, janganlah suka
bicara kotor bila kita inginkan anak-anak berlaku sopan santun.
Keempat, mendengarkan suara anak. Ini
sangat penting karena apa yang diinginkan anak dengan yang kita pikirkan
tentang anak sangat berbeda. Orang tua sering menganggap bahwa dengan
memberikan pakaian bagus dan makanan enak ia sudah memenuhi keinginan anak.
Tetapi jangan kaget karena ketika kita minta agar anak kita menuliskan secara
bebas tentang apa yang diinginkan, keinginan anak berbeda dengan keinginan
orang tua seperti;
”Saya ingin Ibu sering membelai rambut saya”, ”Saya ingin ayah tidak suka
berteriak-teriak memarahi pembantu”, ”Saya ingin ayah dan ibu pernah nonton tv
bareng”, dan sebagainya, keinginan-keinginan yang kelihatannya sangat ringan,
tetapi sangat penting bagi pemenuhan hak-hak anak.
- Peran Taman Bermain
Bermain adalah hak anak yang harus
dipenuhi. Bermain bagi seorang anak adalah saat di mana ia bisa mengekspresikan
semua potensi yang ada dalam dirinya. Di dalam bermain seorang anak akan beajar
berkomunikasi dengan orang lain (atau bayangan orang lain), menjelajah
lingkungan hidup, belajar bersosialisasi, belajar kedisiplinan, kejujuran,
kerjasama, saling membantu bagi yang membutuhkan, serta belajar kasih sayang
dengan orang lain. Tiada kegiatan paling penting bagi seorang anak kecuali
bermain. Melarang bermain berarti melarang menjadi anak. Peran Taman
bermain menjadi amat penting posisinya, yaitu menjembatasi anak dalam masa
transisi dari masa anak-anak ke dalam masa bersekolah.
Tugas orang tua adalah menyediakan ruang ekspresi bagi
anak. Oleh karena itu Taman Kanak-kanak akan lebih memiliki
arti bagi perkembangan anak apabila banyak memiliki fasilitas bermain.
Mengajarkan kejujuran dan kedisiplinan tidak mungkin hanya dengan ceramah,
dipastikan tidak akan menghasilkan apa-apa. Bermain peran adalah metode yang
jauh lebih cocok untuk target tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar