CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Rabu, 22 Mei 2013

Peran Ibu dalam Mengoptimalkan Minat Anak


Mendidik anak pada usia ini ibarat membentuk ukiran di batu yang tidak akan mudah hilang, bahkan akan membekas selamanya. Artinya, pendidikan pada anak usia dini akan sangat membekas hingga anak dewasa. Pendidikan pada usia ini adalah peletak dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Keberhasilan pendidikan usia dini ini sangat berperan besar bagi keberhasilan anak di masa-masa selanjutnya.

Keberlangsungan pendidikan untuk anak usia dini, tidak harus dilakukan dengan memasukkan mereka ke dalam lembaga pendidikan. Ibu adalah SDM yang sangat berpotensial untuk menjadi guru bagi anak-anak usia dini. Ibu memiliki interaksi kuat dengan anak, karena dialah orang yang pertama kali menjalin interaksi, memahami dan selalu mengikuti seluruh aspek tumbuh kembang anak tanpa ada yang terlewat. Akhirnya, memang hanya ibu yang memiliki peluang terbesar mendidik anak dengan penuh ketulusan, kasih sayang dan pengorbanan yang sempurna.
§  Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih lanjut. (UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 14).
§  TujuanPendidikan Anak USia Dini
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
a.     Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
b.     Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Pendidikan anak usia dini cukup memberikan bukti betapa pentingnya stimulasi sejak usia dini dalam mengoptimalkan seluruh potensi anak guna mewujudkan generasi mendatang yang berkualitas dan mampu bersaing di dunia. Pendidikan pada usia ini adalah peletak dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Keberhasilan pendidikan usia dini ini sangat berperan besar bagi keberhasilan anak di masa-masa selanjutnya.
Ada beberapa pandangan dasar tentang anak. Pertama, pandangan lama yang menganggap bahwa anak lahir dengan membawa takdir yang tidak bisa diubah berupa bakat dan kemampuan yang tak bisa diubah. Jangan paksa anak untuk melukis atau menyanyi atau menari, karena melukis menyanyi dan menari adalah bakat yang dibawa sejak lahir, begitulah kira-kira aliran ini melihat anak. Pendidikan tidak akan mampu mengubah bakat, pengasuhan tidak akan mengubah takdir. Pada saatnya, secara alamiah bakat anak akan muncul, tanpa jasa dari orang tua atau guru.
Kedua, aliran Tabularasa, dikemukakan oleh John Locke, yang melihat anak lahir dalam kondisi putih bersih laksana meja lilin yang akan ditulisi apa saja bisa bergantung kemauan orang tua. Pandangan ini menolak keberadaan bakat bawaan pada anak. Tugas orang tua adalah menulisi meja tersebut, mau seperti apa yang paling menentukan adalah orang tua dan guru. Oleh sebab itu orang tua berperan mengarahkan ke mana anak akan dibawa dengan konsep yang sudah disiapkan.
Pandangan lain yang lebih maju dikemukakan oleh Jean Piaget. Menurutnya anak lahir dengan segala keunikan potensi, yang antara satu dengan yang lainnya tidaklah sama, bahkan anak kembar sekali pun. Tugas orang dewasa adalah menyiapkan lingkungan yang memungkinkan potensi-potensi yang dimiliki anak bisa berkembang optimal, baik potensi nalar ( intelegensi), rasa (emosi), spiritual,  maupun ketrampilan (motorik).
§  Peran Ibu dalam Mengoptimalkan Minat Anak
Ibu adalah orang pertama yang menjadi teladan bagi anak, karena ialah orang terdekat anak. Ibulah yang mampu menerapkan prinsip belajar untuk diterapkan, karena ia yang paling banyak memiliki waktu bersama anak.
Potensi intelegensi anak akan berkembang pesat bila orang tua menyediakan perpustakaan atau bahan-bahan bacaan lainnya. Potensi emosi akan menjadi optimal manakala orang tua menyediakan suasana keluarga yang harmonis, hubungan kasih sayang antaranggota keluarga. Demikian pula potensi motorik akan bangkit bila ada ruang dan fasilitas yang mendukung, tanpa itu tentulah akan sulit berkembang, apalagi bila yang  tersedia adalah hal yang sebaliknya.
1. Pola Asuhan Sebagai Kunci
Pola asuhan yang melekat adalah siapa yang paling dekat dengan seorang anak. Apabila yang paling dekat adalah ibu, maka watak-watak ibu akan berpengaruh. Bila yang dekat adalah ayah maka watak ayahlah yang akan membekas. Demikian pula bila ternyata guru di Taman kanak-kanak yang paling dekat, maka perilaku anak akan mengikuti gurunya. Begitu pula bila yang paling dekat adalah baby siter atau pembantu, maka karakter pembantulah yang akan melekat pada jiwa anak.
Sering orang tua tiba-tiba kaget mengapa si kecil tidak mau lagi menuruti perintahnya, bahkan suka membantah. Sebaliknya ketika diperintah oleh pembantu justru sangat menurut, lalu menyalahkan pembantu jangan-jangan selama ini diajari agar anaknya tidak mematuhi perintahnya. Ia tidak menyadari bahwa selama ini perhatian yang diberikan kepada si kecil memang sangatlah kurang karena kesibukannya. Itulah maka kedekatan dengan si kecil harus dibangun sejak dini.
  1. Inisisasi Dini Asi
Begitu anak lahir tanpa perantara siapapun anak diinisiasi untuk menikmati air susu ibu (ASI). Di dalam ASI lah pertalian ibu dan anak sangat sangat kuat tak ada yang menandingi. Tinjauan medis paling mutakhir menunjukkan, bahwa di dalam ASI bukan hanya termuat gizi yang sangat tinggi, tetapi juga zat-zat inti perekat antara seorang anak dan ibu. Memisahkan anak dengan ASI sama dengan memisahkan anak dengan kehidupan, karena di sanalah ia berasal dan menemukan kehangatan, harapan, lindungan, dan kemutlakan cinta.
Dengan alasan apapun, anak harus diberi hak utama yaitu menikmati air susu ibu. ASI tidak akan tergantikan oleh susu formula macam apapun. Susu formula hanya menyediakan gizi semu, sedangkan ASI mengandung gizi sejati, cinta, harapan, bahkan aneka zat kekebalan tubuh yang melindungi anak dari bebagai penyakit. Menyediakan berbagai fasilitas kepada anak tanpa menyediakan ASI sesungguhnya seperti memberikan tubuh tanpa memberikan jiwanya.
Boleh dikatakan, perlakukan apapun menjadi sia-sia bagi masa depan anak apabila orang tua tidak memberikan ASI eklusif. Potensi anak akan berkembang secara optimal, bila dalam hidupnya menikmati ASI eklusif.
  1. Jangan Melarang
Kesalahan paling fatal orang tua adalah kegemarannya melarang  banyak hal kepada anak-anak kita. Rupanya kegemaran ini juga menjadi ciri khas orang deawasa di banyak negara, sehingga UNICEF pada tahun 2000 mencanangkan gerakan ”Say Yes For Children” ( Katakan Ya, untuk anak).
Bayangkan; anak menangis dilarang, anak bangun malam dilarang, anak menggigit kain dilarang, anak berteriak dilarang, anak ikut ke mana orang tua pergi dilarang, anak bermain dengan teman-teman di luar di larang, semua pendidikan bentuknya larangan. Akibatnya anak diam-diam menyimpan tekanan jiwa.
Untuk diingat, menangis adalah satu-satunya ekpresi anak di awal kehidupannya, maka tidak seharusnya ia dilarang untuk menangis. Bermain juga adalah media eksplorasi anak dalam mengenal lingkungannya dan mengekspresikan impuls-impuls dalam dirinya. Bermain yang bagi orang tua sesuatu yang tidak serius dan hanya membuang waktu, bagi seorang anak adalah dunia yang sangat penting karena di sanalah ia mencari eksistensi diri. Bagi anak, waktu 24 jam masih  kurang untuk bermain.
Yang diperlukan orang tua adalah memastikan bahwa tempat di mana anak bermain adalah tempat yang bersih dan aman. Selebihnya biarkan anak mengekplorasi diri karena disinilah anak berlatih seluruh potensi unik yang dimiliki.
  1. Peran Orang Tua
Pertama, orang tua sebagai fasilitator yaitu menyediakan lingkungan dan sarana belajar anak untuk mengembangkan potensinya. Anak punya minat musik akan berkembang apabila mendapat dukungan fasilitas yang berhubungan dengan musik seperti alat musik, buku-buku tantang musik, kesempatan menonton musik, bergaul dengan para pemusik dan sebagainya. Demikian juga untuk minat-minat yang lain. Asumsinya, semakin dipenuhinya fasilitas yang dibutuhkan anak, akan semakin berkembang potensi-potensi yang dimiliki seorang anak.
Kedua, orang tua sebagai motivator. Peran ini dilakukan dengan memberikan dorongan dan dukungan bagi berbagai hal yang menjadi minat seorang anak. Apabila anak melakukan kekeliruan tidak disalahkan atau disudutkan tetapi diberi berikan bimbingan dengan kalimat-kalimat yang membangkitkan semangat. Ketika anak memasukkan bola ke gawang, tidak divonis anak itu bodoh dan tak mampu menjadi pemain bola. Sebaliknya orang tua akan berkata;”Wah hebat, tendanganmu sudah keras, tetapi akan lebih baik kalau juga tepat sasaran. Cobalah tenang sedikit sehingga bola yang kamu tentang akan masuk ke gawang’’.
Ketiga, orang tua sebagai inisiator, yaitu contoh atau teladan bagi anak-anak. Contoh atau teladan akan lebih mudah tertanam di dalam benak anak, dan pada gilirannya akan menjadi habitus yang akan berlanjut hinga dewasa kelak. Janganlah kita merokok bila tidak ingin anak kita merokok, janganlah suka marah-marah bila tidak ingin anak kita menjadi pemberang, janganlah suka bicara kotor bila kita inginkan anak-anak berlaku sopan santun.
Keempat, mendengarkan suara anak. Ini sangat penting karena apa yang diinginkan anak dengan yang kita pikirkan tentang anak sangat berbeda. Orang tua sering menganggap bahwa dengan memberikan pakaian bagus dan makanan enak ia sudah memenuhi keinginan anak. Tetapi jangan kaget karena ketika kita minta agar anak kita menuliskan secara bebas tentang apa yang diinginkan, keinginan anak berbeda dengan keinginan orang tua seperti; ”Saya ingin Ibu sering membelai rambut saya”, ”Saya ingin ayah tidak suka berteriak-teriak memarahi pembantu”, ”Saya ingin ayah dan ibu pernah nonton tv bareng”, dan sebagainya, keinginan-keinginan yang kelihatannya sangat ringan, tetapi sangat penting bagi pemenuhan hak-hak anak.  
  1. Peran Taman Bermain
Bermain adalah hak anak yang harus dipenuhi. Bermain bagi seorang anak adalah saat di mana ia bisa mengekspresikan semua potensi yang ada dalam dirinya. Di dalam bermain seorang anak akan beajar berkomunikasi dengan orang lain (atau bayangan orang lain), menjelajah lingkungan hidup, belajar bersosialisasi, belajar kedisiplinan, kejujuran, kerjasama, saling membantu bagi yang membutuhkan, serta belajar kasih sayang dengan orang lain. Tiada kegiatan paling penting bagi seorang anak kecuali bermain. Melarang bermain berarti melarang menjadi anak. Peran Taman bermain menjadi amat penting posisinya, yaitu menjembatasi anak dalam masa transisi dari masa anak-anak ke dalam masa  bersekolah.
Tugas orang tua adalah menyediakan ruang ekspresi bagi anak. Oleh karena  itu Taman Kanak-kanak akan lebih memiliki arti bagi perkembangan anak apabila banyak memiliki fasilitas bermain. Mengajarkan kejujuran dan kedisiplinan tidak mungkin hanya dengan ceramah, dipastikan tidak akan menghasilkan apa-apa. Bermain peran adalah metode yang jauh lebih cocok untuk target tersebut.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rabu, 22 Mei 2013

Peran Ibu dalam Mengoptimalkan Minat Anak


Mendidik anak pada usia ini ibarat membentuk ukiran di batu yang tidak akan mudah hilang, bahkan akan membekas selamanya. Artinya, pendidikan pada anak usia dini akan sangat membekas hingga anak dewasa. Pendidikan pada usia ini adalah peletak dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Keberhasilan pendidikan usia dini ini sangat berperan besar bagi keberhasilan anak di masa-masa selanjutnya.

Keberlangsungan pendidikan untuk anak usia dini, tidak harus dilakukan dengan memasukkan mereka ke dalam lembaga pendidikan. Ibu adalah SDM yang sangat berpotensial untuk menjadi guru bagi anak-anak usia dini. Ibu memiliki interaksi kuat dengan anak, karena dialah orang yang pertama kali menjalin interaksi, memahami dan selalu mengikuti seluruh aspek tumbuh kembang anak tanpa ada yang terlewat. Akhirnya, memang hanya ibu yang memiliki peluang terbesar mendidik anak dengan penuh ketulusan, kasih sayang dan pengorbanan yang sempurna.
§  Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih lanjut. (UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 14).
§  TujuanPendidikan Anak USia Dini
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
a.     Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
b.     Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Pendidikan anak usia dini cukup memberikan bukti betapa pentingnya stimulasi sejak usia dini dalam mengoptimalkan seluruh potensi anak guna mewujudkan generasi mendatang yang berkualitas dan mampu bersaing di dunia. Pendidikan pada usia ini adalah peletak dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Keberhasilan pendidikan usia dini ini sangat berperan besar bagi keberhasilan anak di masa-masa selanjutnya.
Ada beberapa pandangan dasar tentang anak. Pertama, pandangan lama yang menganggap bahwa anak lahir dengan membawa takdir yang tidak bisa diubah berupa bakat dan kemampuan yang tak bisa diubah. Jangan paksa anak untuk melukis atau menyanyi atau menari, karena melukis menyanyi dan menari adalah bakat yang dibawa sejak lahir, begitulah kira-kira aliran ini melihat anak. Pendidikan tidak akan mampu mengubah bakat, pengasuhan tidak akan mengubah takdir. Pada saatnya, secara alamiah bakat anak akan muncul, tanpa jasa dari orang tua atau guru.
Kedua, aliran Tabularasa, dikemukakan oleh John Locke, yang melihat anak lahir dalam kondisi putih bersih laksana meja lilin yang akan ditulisi apa saja bisa bergantung kemauan orang tua. Pandangan ini menolak keberadaan bakat bawaan pada anak. Tugas orang tua adalah menulisi meja tersebut, mau seperti apa yang paling menentukan adalah orang tua dan guru. Oleh sebab itu orang tua berperan mengarahkan ke mana anak akan dibawa dengan konsep yang sudah disiapkan.
Pandangan lain yang lebih maju dikemukakan oleh Jean Piaget. Menurutnya anak lahir dengan segala keunikan potensi, yang antara satu dengan yang lainnya tidaklah sama, bahkan anak kembar sekali pun. Tugas orang dewasa adalah menyiapkan lingkungan yang memungkinkan potensi-potensi yang dimiliki anak bisa berkembang optimal, baik potensi nalar ( intelegensi), rasa (emosi), spiritual,  maupun ketrampilan (motorik).
§  Peran Ibu dalam Mengoptimalkan Minat Anak
Ibu adalah orang pertama yang menjadi teladan bagi anak, karena ialah orang terdekat anak. Ibulah yang mampu menerapkan prinsip belajar untuk diterapkan, karena ia yang paling banyak memiliki waktu bersama anak.
Potensi intelegensi anak akan berkembang pesat bila orang tua menyediakan perpustakaan atau bahan-bahan bacaan lainnya. Potensi emosi akan menjadi optimal manakala orang tua menyediakan suasana keluarga yang harmonis, hubungan kasih sayang antaranggota keluarga. Demikian pula potensi motorik akan bangkit bila ada ruang dan fasilitas yang mendukung, tanpa itu tentulah akan sulit berkembang, apalagi bila yang  tersedia adalah hal yang sebaliknya.
1. Pola Asuhan Sebagai Kunci
Pola asuhan yang melekat adalah siapa yang paling dekat dengan seorang anak. Apabila yang paling dekat adalah ibu, maka watak-watak ibu akan berpengaruh. Bila yang dekat adalah ayah maka watak ayahlah yang akan membekas. Demikian pula bila ternyata guru di Taman kanak-kanak yang paling dekat, maka perilaku anak akan mengikuti gurunya. Begitu pula bila yang paling dekat adalah baby siter atau pembantu, maka karakter pembantulah yang akan melekat pada jiwa anak.
Sering orang tua tiba-tiba kaget mengapa si kecil tidak mau lagi menuruti perintahnya, bahkan suka membantah. Sebaliknya ketika diperintah oleh pembantu justru sangat menurut, lalu menyalahkan pembantu jangan-jangan selama ini diajari agar anaknya tidak mematuhi perintahnya. Ia tidak menyadari bahwa selama ini perhatian yang diberikan kepada si kecil memang sangatlah kurang karena kesibukannya. Itulah maka kedekatan dengan si kecil harus dibangun sejak dini.
  1. Inisisasi Dini Asi
Begitu anak lahir tanpa perantara siapapun anak diinisiasi untuk menikmati air susu ibu (ASI). Di dalam ASI lah pertalian ibu dan anak sangat sangat kuat tak ada yang menandingi. Tinjauan medis paling mutakhir menunjukkan, bahwa di dalam ASI bukan hanya termuat gizi yang sangat tinggi, tetapi juga zat-zat inti perekat antara seorang anak dan ibu. Memisahkan anak dengan ASI sama dengan memisahkan anak dengan kehidupan, karena di sanalah ia berasal dan menemukan kehangatan, harapan, lindungan, dan kemutlakan cinta.
Dengan alasan apapun, anak harus diberi hak utama yaitu menikmati air susu ibu. ASI tidak akan tergantikan oleh susu formula macam apapun. Susu formula hanya menyediakan gizi semu, sedangkan ASI mengandung gizi sejati, cinta, harapan, bahkan aneka zat kekebalan tubuh yang melindungi anak dari bebagai penyakit. Menyediakan berbagai fasilitas kepada anak tanpa menyediakan ASI sesungguhnya seperti memberikan tubuh tanpa memberikan jiwanya.
Boleh dikatakan, perlakukan apapun menjadi sia-sia bagi masa depan anak apabila orang tua tidak memberikan ASI eklusif. Potensi anak akan berkembang secara optimal, bila dalam hidupnya menikmati ASI eklusif.
  1. Jangan Melarang
Kesalahan paling fatal orang tua adalah kegemarannya melarang  banyak hal kepada anak-anak kita. Rupanya kegemaran ini juga menjadi ciri khas orang deawasa di banyak negara, sehingga UNICEF pada tahun 2000 mencanangkan gerakan ”Say Yes For Children” ( Katakan Ya, untuk anak).
Bayangkan; anak menangis dilarang, anak bangun malam dilarang, anak menggigit kain dilarang, anak berteriak dilarang, anak ikut ke mana orang tua pergi dilarang, anak bermain dengan teman-teman di luar di larang, semua pendidikan bentuknya larangan. Akibatnya anak diam-diam menyimpan tekanan jiwa.
Untuk diingat, menangis adalah satu-satunya ekpresi anak di awal kehidupannya, maka tidak seharusnya ia dilarang untuk menangis. Bermain juga adalah media eksplorasi anak dalam mengenal lingkungannya dan mengekspresikan impuls-impuls dalam dirinya. Bermain yang bagi orang tua sesuatu yang tidak serius dan hanya membuang waktu, bagi seorang anak adalah dunia yang sangat penting karena di sanalah ia mencari eksistensi diri. Bagi anak, waktu 24 jam masih  kurang untuk bermain.
Yang diperlukan orang tua adalah memastikan bahwa tempat di mana anak bermain adalah tempat yang bersih dan aman. Selebihnya biarkan anak mengekplorasi diri karena disinilah anak berlatih seluruh potensi unik yang dimiliki.
  1. Peran Orang Tua
Pertama, orang tua sebagai fasilitator yaitu menyediakan lingkungan dan sarana belajar anak untuk mengembangkan potensinya. Anak punya minat musik akan berkembang apabila mendapat dukungan fasilitas yang berhubungan dengan musik seperti alat musik, buku-buku tantang musik, kesempatan menonton musik, bergaul dengan para pemusik dan sebagainya. Demikian juga untuk minat-minat yang lain. Asumsinya, semakin dipenuhinya fasilitas yang dibutuhkan anak, akan semakin berkembang potensi-potensi yang dimiliki seorang anak.
Kedua, orang tua sebagai motivator. Peran ini dilakukan dengan memberikan dorongan dan dukungan bagi berbagai hal yang menjadi minat seorang anak. Apabila anak melakukan kekeliruan tidak disalahkan atau disudutkan tetapi diberi berikan bimbingan dengan kalimat-kalimat yang membangkitkan semangat. Ketika anak memasukkan bola ke gawang, tidak divonis anak itu bodoh dan tak mampu menjadi pemain bola. Sebaliknya orang tua akan berkata;”Wah hebat, tendanganmu sudah keras, tetapi akan lebih baik kalau juga tepat sasaran. Cobalah tenang sedikit sehingga bola yang kamu tentang akan masuk ke gawang’’.
Ketiga, orang tua sebagai inisiator, yaitu contoh atau teladan bagi anak-anak. Contoh atau teladan akan lebih mudah tertanam di dalam benak anak, dan pada gilirannya akan menjadi habitus yang akan berlanjut hinga dewasa kelak. Janganlah kita merokok bila tidak ingin anak kita merokok, janganlah suka marah-marah bila tidak ingin anak kita menjadi pemberang, janganlah suka bicara kotor bila kita inginkan anak-anak berlaku sopan santun.
Keempat, mendengarkan suara anak. Ini sangat penting karena apa yang diinginkan anak dengan yang kita pikirkan tentang anak sangat berbeda. Orang tua sering menganggap bahwa dengan memberikan pakaian bagus dan makanan enak ia sudah memenuhi keinginan anak. Tetapi jangan kaget karena ketika kita minta agar anak kita menuliskan secara bebas tentang apa yang diinginkan, keinginan anak berbeda dengan keinginan orang tua seperti; ”Saya ingin Ibu sering membelai rambut saya”, ”Saya ingin ayah tidak suka berteriak-teriak memarahi pembantu”, ”Saya ingin ayah dan ibu pernah nonton tv bareng”, dan sebagainya, keinginan-keinginan yang kelihatannya sangat ringan, tetapi sangat penting bagi pemenuhan hak-hak anak.  
  1. Peran Taman Bermain
Bermain adalah hak anak yang harus dipenuhi. Bermain bagi seorang anak adalah saat di mana ia bisa mengekspresikan semua potensi yang ada dalam dirinya. Di dalam bermain seorang anak akan beajar berkomunikasi dengan orang lain (atau bayangan orang lain), menjelajah lingkungan hidup, belajar bersosialisasi, belajar kedisiplinan, kejujuran, kerjasama, saling membantu bagi yang membutuhkan, serta belajar kasih sayang dengan orang lain. Tiada kegiatan paling penting bagi seorang anak kecuali bermain. Melarang bermain berarti melarang menjadi anak. Peran Taman bermain menjadi amat penting posisinya, yaitu menjembatasi anak dalam masa transisi dari masa anak-anak ke dalam masa  bersekolah.
Tugas orang tua adalah menyediakan ruang ekspresi bagi anak. Oleh karena  itu Taman Kanak-kanak akan lebih memiliki arti bagi perkembangan anak apabila banyak memiliki fasilitas bermain. Mengajarkan kejujuran dan kedisiplinan tidak mungkin hanya dengan ceramah, dipastikan tidak akan menghasilkan apa-apa. Bermain peran adalah metode yang jauh lebih cocok untuk target tersebut.



0 komentar: